Perkataan Baik untuk Membangun: Jangan Ada Perkataan Kotor
Pembuka
Setiap hari kita berbicara—kadang cepat, kadang tanpa pikir panjang. Di rumah, satu kalimat lepas bisa menyejukkan, tapi juga bisa melukai. Kita sering menyesal setelah berkata, “Harusnya tadi aku diam.” Di sisi lain, pujian sederhana mampu memulihkan hati yang letih. Renungan hari ini ini mengajak kita menata ucapan: memilih perkataan baik untuk membangun dan menolak kebiasaan lama: jangan ada perkataan kotor yang meruntuhkan.
Ayat Kunci
“Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun.” — Efesus 4:29
Cerita Pendek
Malam itu, saya pulang dalam keadaan lelah. Pekerjaan menumpuk, kepala berat. Di ruang tamu, pasangan saya menanyakan hal sepele: “Sampah sudah dibuang?” Saya langsung menjawab dengan nada menusuk, “Kamu lihat sendiri saja!” Hening. Raut wajahnya jatuh. Anak kami yang duduk di sudut menatap bingung.
Beberapa menit kemudian, hati saya digelitik rasa bersalah. Sebenarnya masalahnya kecil, tapi kata-kata saya membuat rumah terasa dingin. Saya duduk di sebelahnya dan berkata, “Maaf. Aku lelah, tapi ucapan tadi salah. Terima kasih sudah mengingatkan.” Kami saling memeluk. Saya belajar ulang: kelelahan tidak boleh menjadi alasan. Kita tetap bertanggung jawab atas kata-kata yang keluar.

Inti Kebenaran Firman
Gagasan utama: Lidah adalah alat kasih. Tuhan memanggil kita menata ucapan, agar rumah, pernikahan, dan relasi bertumbuh, bukan runtuh.
Penjelas 1: Perkataan mengungkap isi hati.
Yesus mengajarkan, mulut mengucapkan apa yang meluap dari hati. Karena itu, mengubah ucapan bukan sekadar mengganti diksi, melainkan membiarkan Tuhan memperbarui batin. Saat hati dipenuhi syukur, ucapan menjadi teduh. Saat hati sesak oleh iri dan amarah, kata-kata cenderung meledak. Maka, perawatan hati adalah langkah pertama merawat lidah.
Penjelas 2: Perkataan membangun berarti tepat, bukan sekadar manis.
“Baik untuk membangun” bukan berarti memuji tanpa arah. Perkataan membangun itu jujur, jelas, dan menolong orang bertumbuh. Ia tahu waktu, nada, dan cara. Menegur boleh, tapi dengan hormat. Memuji perlu, namun tulus. Di rumah, kita bisa berkata, “Aku menghargai usahamu, tapi mari kita atur ulang caranya.” Kalimat seperti ini tegas, namun tetap menegakkan martabat.
Penjelas 3: Menolak budaya “perkataan kotor” di rumah.
Budaya kotor tidak selalu berarti kata sumpah serapah. Ia bisa berupa sarkasme, meremehkan, membandingkan, atau mengungkit masa lalu. Kata-kata itu menyusup seperti racun kecil, lama-lama melumpuhkan kepercayaan. Ketika kita berkomitmen jangan ada perkataan kotor, kita sedang menegakkan pagar keselamatan di sekitar keluarga. Rumah bukan arena saling menang, melainkan ruang saling menumbuhkan.
Perkataan Baik untuk Membangun, Jangan Ada Perkataan Kotor
Komitmen ini praktis sekaligus rohani. Praktis, karena kita melatih pola komunikasi yang sehat. Rohani, karena kita menyadari Tuhan hadir di setiap percakapan. Kita menimbang kata-kata bukan untuk terlihat baik di luar, melainkan untuk menghormati Tuhan dan mengasihi sesama di dalam rumah.
Mengapa sering gagal?
- Lelah dan terburu-buru. Kita ingin selesai cepat, sehingga memilih kata paling pendek, walau menyakitkan.
- Luka lama yang belum sembuh. Jika tidak diproses, luka ini “mencari” kesempatan untuk menyenggol.
- Kurang kosakata kasih. Kita tidak terbiasa mengucapkan terima kasih, maaf, atau tolong, sehingga kikuk saat harus mengekspresikannya.
Bagaimana bertumbuh?
- Ganti reaksi dengan respons. Reaksi itu spontan; respons itu dipilih. Ambil jeda satu napas sebelum menjawab.
- Uji tiga saringan: benar, perlu, membangun. Jika tidak lolos, tahan. Cari kalimat lain.
- Bangun kebiasaan kecil. Ucapkan tiga kalimat ini setiap hari: “Terima kasih,” “Maaf ya,” dan “Tolong.”
Aplikasi Praktis
- Latihan “Satu Napas, Satu Doa”.
Sebelum menjawab, tarik napas dan bisikkan, “Tuhan, tuntun kataku.” Ini pendek, tetapi efektif memutus rantai emosi. - Jurnal Ucapan 7 Hari.
Catat dua hal setiap malam: satu ucapan yang membangun, dan satu ucapan yang perlu diperbaiki. Tulis versi kalimat pengganti yang lebih baik. Setelah tujuh hari, lihat polanya. - Ritual Apresiasi Harian.
Setiap malam, katakan minimal satu apresiasi spesifik kepada pasangan atau anggota keluarga. Misalnya, “Terima kasih sudah menyiapkan makan malam saat aku lembur.” Spesifik membuat apresiasi terasa nyata.
Contoh Kalimat Pengganti
Baca Lagi : Renungan Kristen
- Dari: “Kamu selalu bikin berantakan.”
Ke: “Aku kewalahan melihat meja berantakan. Bisa bantu rapikan sekarang?” - Dari: “Dasar nggak bisa diandalkan.”
Ke: “Aku butuh kamu tepat waktu. Apa yang bisa membantumu menepati janji?” - Dari: “Sudahlah, percuma ngomong.”
Ke: “Aku ingin mengerti. Boleh cerita pelan-pelan, ya?”
Doa Singkat
Tuhan, sucikan hati dan lidahku. Ajari aku memilih kata yang menyejukkan, menegur dengan hormat, dan memulihkan yang patah. Jadikan rumah kami tempat kasih bertumbuh melalui perkataan yang membangun. Dalam nama Yesus, amin.
Pertanyaan Refleksi
Kunjungi : Kaos Kristen Rohani
- Ucapan seperti apa yang paling sering melukai orang terdekatku, dan kapan biasanya itu terjadi?
- Satu kebiasaan kata apa yang akan kuubah minggu ini agar rumah lebih teduh?
Penutup
Perjalanan menata lidah adalah perjalanan seumur hidup. Kita tersandung, lalu belajar lagi. Ingatlah: satu kalimat yang tepat dapat menyelamatkan hari seseorang. Simpan renungan ini, dan bagikan kepada satu orang yang membutuhkannya hari ini.