Bersukacitalah Dalam Pengharapan di Tengah Kesesakan
Pembuka: Saat Hati Lelah Menunggu Jawaban
Ada masa ketika kita lelah menunggu jawaban doa. Tagihan datang, kesehatan naik-turun, hubungan dengan orang yang kita sayang terasa tegang. Secara teori kita tahu harus “percaya dan berharap”, tetapi hati rasanya kosong. Kita ingin bersukacita, namun yang muncul justru cemas dan takut.
Di saat seperti itu, Renungan bersukacitalah dalam pengharapan terdengar berat. Apalagi ketika kita diminta sabar dalam kesesakan, padahal situasi belum berubah. Kita juga diajak bertekunlah dalam doa, sementara rasanya doa kita seperti “mentok di langit-langit”.
Justru di tengah pergumulan inilah firman Tuhan dari Roma,12:12 menjadi pegangan yang sederhana, tetapi sangat dalam. Bukan sekadar slogan rohani, melainkan undangan untuk berjalan pelan-pelan bersama Tuhan di setiap hari.
Ayat Kunci
‘Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! ‘
Roma,12:12
Cerita Pendek: Doa Seorang Ibu di Tengah Kecemasan
Bayangkan seorang ibu muda bernama Rina. Ia dan suaminya baru saja melewati masa sulit: usaha kecil mereka sepi, sementara anak bungsu sering sakit-sakitan. Malam hari, setelah semua tertidur, Rina duduk sendirian di ruang tamu. Di meja, ada catatan pengeluaran dan beberapa tagihan yang belum terbayar.
Rina berdoa, tapi sering kali hanya bisa berkata, “Tuhan, saya capek.” Ia tidak merasa sebagai orang yang rohani. Kadang ia iri melihat keluarga lain yang tampak stabil dan tenang. Namun suatu hari, saat membaca Alkitab, matanya berhenti di ayat ini: “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!”
Rina tidak langsung melihat mujizat besar. Usaha mereka tidak tiba-tiba penuh pelanggan, dan anaknya masih perlu kontrol ke dokter. Namun ada sesuatu yang berubah di dalam hatinya. Ia mulai melihat bahwa pengharapan bukan berarti semua masalah langsung selesai, melainkan percaya bahwa Tuhan tetap memegang hidup keluarganya hari demi hari.
Perlahan, Rina belajar bersyukur untuk hal-hal kecil: anak yang mau makan, suami yang tetap berusaha, dan kekuatan untuk bangun setiap pagi. Ia mulai membiasakan diri berdoa singkat di sela-sela aktivitas: saat menyiapkan bekal anak, saat mencuci piring, atau ketika menunggu suami pulang. Bukan doa panjang, tapi doa yang tekun dan jujur.
Inti Kebenaran Firman: Pengharapan yang Menguatkan di Tengah Kesesakan
Bersukacitalah Dalam Pengharapan Bukan Berarti Mengabaikan Rasa Sakit
Gagasan utama dari Roma,12:12 adalah ini: Tuhan memanggil kita untuk memiliki sikap hati yang berpegang pada pengharapan, bahkan ketika kesesakan belum selesai. Sukacita di sini bukan berarti kita selalu tertawa, pura-pura kuat, atau menolak menangis. Sukacita dalam pengharapan adalah kedalaman hati yang percaya bahwa Tuhan masih bekerja, meski kita belum mengerti caranya.
Ada beberapa kebenaran yang bisa kita pegang:
- Pengharapan kita berdasar pada karakter Tuhan, bukan situasi.
Situasi bisa berubah-ubah: hari ini sehat, besok bisa sakit; hari ini usaha ramai, besok bisa sepi. Kalau pengharapan kita hanya bertumpu pada keadaan, hati akan naik-turun terus. Namun pengharapan dalam Tuhan bertumpu pada karakter-Nya yang setia, kasih-Nya yang tidak berubah, dan janji-Nya yang tidak pernah ingkar. - Sabar dalam kesesakan bukan pasrah, melainkan tetap berjalan.
Sabar bukan berarti diam dan tidak berbuat apa-apa. Sabar dalam kesesakan artinya kita tetap melangkah, tetap melakukan bagian kita, tanpa menyerah pada kepahitan. Mungkin kita harus mengatur ulang keuangan keluarga, berdamai dengan pasangan, atau merendahkan hati meminta maaf. Sabar adalah memilih taat, meski jawabannya belum terlihat. - Bertekun dalam doa artinya terus datang, meski kata-kata terasa sederhana.
Banyak orang berhenti berdoa karena merasa doanya tidak “sebagus” orang lain. Padahal Tuhan lebih melihat hati daripada rangkaian kalimat indah. Bertekun dalam doa bisa dimulai dari doa pendek: “Tuhan, tolong kami hari ini.” Yang penting, kita tidak memutus hubungan dengan Tuhan. Kita tetap datang, tetap bercerita, tetap mengeluh dan bersyukur di hadapan-Nya.
Bersukacitalah Dalam Pengharapan di Tengah Kesesakan Keluarga
Dalam konteks keluarga, ayat ini sangat relevan. Rumah adalah tempat di mana kita paling jujur—dan juga paling mudah meledak emosi. Kesesakan tidak selalu berbentuk musibah besar. Kadang, kesesakan hadir lewat hal-hal “sepele” tetapi menguras hati:
- Komunikasi dengan pasangan yang sering salah paham.
- Anak yang sedang remaja dan sulit diajak bicara.
- Orang tua yang menua dan membutuhkan perhatian lebih.
- Tekanan ekonomi yang membuat rumah terasa tegang.
Di tengah semua itu, panggilan bersukacitalah dalam pengharapan mengingatkan kita bahwa keluarga bukan proyek yang kita kerjakan sendiri. Tuhan hadir di sana. Ia melihat pertengkaran kecil, air mata diam-diam di kamar mandi, dan kelelahan kita saat merasa sendirian memikul beban.
Sabar dalam kesesakan bisa berarti memilih untuk mendengar sebelum menjawab. Menunda emosi sesaat sebelum membalas pesan yang menyakitkan. Memberi ruang bagi pasangan atau adik untuk menjelaskan perasaannya. Dan bertekun dalam doa berarti melibatkan Tuhan di dalam proses itu: mendoakan pasangan, anak, orang tua, dan diri sendiri, sekalipun doa itu hanya beberapa kalimat.
Aplikasi Praktis: Langkah Kecil yang Bisa Dilakukan Hari Ini
Baca Lagi : firman Tuhan hari ini
Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa membantu kita menghidupi Roma,12:12 dalam keseharian:
Tulis Satu Hal yang Masih Bisa Kamu Harapkan
Ambil waktu 5–10 menit hari ini untuk menulis satu hal yang masih bisa kamu harapkan di dalam Tuhan. Misalnya: pemulihan hubungan dengan pasangan, kekuatan untuk menghadapi pekerjaan, atau damai sejahtera di tengah sakit. Tulislah dengan jujur, lalu katakan kepada Tuhan:
“Tuhan, di tengah semua kesesakan ini, aku mau tetap berharap pada-Mu untuk hal ini.”
Latihan ini membantu kita mengarahkan mata kepada pengharapan, bukan hanya pada masalah.
Latih Sabar dengan Satu Respons yang Berbeda
Pilih satu situasi yang sering membuatmu cepat emosi: komentar pasangan, sikap adik, atau tingkah laku anak. Lalu putuskan hari ini untuk satu kali saja memberi respons yang berbeda.
Misalnya:
- Alih-alih meninggikan suara, pilih menjawab dengan pelan.
- Alih-alih langsung membantah, tunda jawaban dan ambil napas dulu.
- Alih-alih menggerutu, coba bertanya dengan nada ingin mengerti.
Satu langkah kecil ini adalah bentuk nyata sabar dalam kesesakan di dalam keluarga.
3. Tetapkan Waktu Doa Singkat tapi Konsisten
Tidak semua orang bisa berdoa panjang, dan itu tidak masalah. Yang penting adalah ketekunan. Pilih satu momen sehari untuk doa singkat, misalnya:
- Sebelum berangkat kerja,
- Saat menunggu jemuran kering,
- Atau sebelum tidur.
Doa bisa sesederhana:
“Tuhan, terima kasih untuk hari ini. Tolong kami sekeluarga hidup dalam pengharapan-Mu, sabar dalam kesesakan, dan tekun dalam doa.”
Konsistensi kecil ini perlahan membangun kedalaman hubungan kita dengan Tuhan.
Doa Singkat
Tuhan, terima kasih untuk firman-Mu: “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” Engkau tahu setiap kesesakan yang kami hadapi, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun hati kami sendiri.
Tolong kami untuk tidak menyerah, tetapi belajar bersukacita dalam pengharapan, sabar menanti waktu-Mu, dan setia datang kepada-Mu dalam doa. Kuatkan kami hari demi hari, ya Tuhan. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.
Pertanyaan Refleksi
- Di area mana dalam hidupmu saat ini kamu paling sulit bersukacita dalam pengharapan?
- Satu langkah kecil apa yang bisa kamu lakukan hari ini untuk lebih sabar dalam kesesakan dan tekun dalam doa?
Penutup
Kunjungi : Kaos Rohani Krtisten
Kesesakan mungkin tidak langsung hilang, tetapi firman Tuhan mengingatkan kita bahwa kita tidak berjalan sendirian. Saat kita belajar bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan bertekun dalam doa, hati kita perlahan dikuatkan.
Jika renungan ini menolongmu, simpanlah untuk kamu baca ulang saat hari-hari terasa berat. Dan, kalau terlintas satu orang yang sedang bergumul—keluarga, pasangan, atau sahabat—bagikan renungan ini kepadanya sebagai bentuk dukungan dan pengharapan di dalam Tuhan.
